Revisi UU ITE

Catatan Pelanggaran Kebebasan Berekspresi dengan UU ITE Tahun 2019

SAFEnet mencatat dalam Laporan Situasi Hak-Hak Digital 2019 Pemidanaan terhadap hak kebebasan berekspresi dengan menggunakan pasal-pasal karet di UU ITE masih terjadi sepanjang 2019, yang bertepatan dengan tahun politik. Data yang masuk ke SAFEnet, terjadi 24 kasus pemidanaan dengan UU ITE, menurun dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 25 kasus.

Berdasarkan profesi yang diadukan, media dan jurnalis masih menempati posisi pertama dengan 8 kasus, terdiri atas 1 media dan 7 jurnalis menjadi korban. Dalam dua tahun terakhir, jumlah media dan jurnalis yang dipidanakan cenderung lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Di posisi kedua, pemidanaan hak berekspresi menimpa aktivis dan warga masing-masing sebanyak 5 kasus. Jumlah pemidanaan terhadap aktivis meningkat dari sebelumnya yang hanya 1 kasus. Posisi berikutnya adalah tenaga pendidik dan artis masing-masing 3 kasus.

Dari aspek pasal pemidanaan, Pasal 27 ayat 3 UU ITE (defamasi) paling banyak digunakan yakni sebanyak 10 kasus. Disusul Pasal 28 ayat 2 (kebencian) sebanyak 8 kasus. Penggunaan dua pasal sekaligus juga muncul yaitu, Pasal 27 ayat 1 (pornografi) dengan Pasal 27 ayat 3 sebanyak 3 kasus. Terakhir, penggunaan Pasal 27 ayat 1 dengan Pasal 28 ayat 2 terdapat 1 kasus.

Pejabat publik dan politisi menempati posisi teratas sebagai pelaku pemidanaan hak berekspresi daring dengan masing- masing 10 kasus. Jumlah pejabat publik seperti polisi dan aparatur sipil negara sebagai pelaku memang turun dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 11 kasus. Namun, tahun 2019 ditandai dengan banyaknya politisi sebagai pelaku pemidanaan yang tidak dijumpai pada 2018. Selain kedua pihak itu, pelaku lainnya adalah artis (3 kasus), serta kalangan profesional seperti dosen dan dokter (2 kasus).

Dari sebaran wilayah, kasus pelanggaran kebebasan berekspresi daring yang dihimpun SAFEnet berada di 10 provinsi. DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kasus tertinggi (10 kasus), lalu Sulawesi Tenggara (3 kasus), Aceh dan Jawa Timur (2 kasus), serta enam provinsi lain masing-masing 1 kasus.

Profil kasus pemidanaan terhadap hak kebebasan berekspresi daring pada 2019 tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Kasus dominan pada 2018 menimpa jurnalis dan media dengan 8 kasus. Kedua adalah masyarakat umum sebanyak 4 kasus. Aparatur sipil berada di urutan ketiga dengan tiga korban. UU ITE juga menjerat tenaga pendidik (2 kasus) serta aktivis dan mahasiswa masing-masing satu kasus.

Jumlah kasus yang dihimpun SAFEnet memang jauh dari angka kasus UU ITE yang direkap Polri. Data dari Direktorat Tindak pidana Siber Mabes Polri, menunjukkan bahwa jumlah penyelidikan terhadap akun media sosial selalu naik setiap tahun, yakni 1.338 kasus pada 2017, 2.552 kasus pada 2018, dan melonjak pada 2019 menjadi 3.005 kasus.

Dari jumlah itu, kasus terbanyak adalah penyelidikan menyangkut penghinaan tokoh, penguasa dan badan umum. Pada 2017 ada 679 kasus yang diselidiki terkait penghinaan, kemudian meningkat 1.177 pada 2018 dan turun pada 2019 menjadi 676 kasus. Kasus tinggi lainnya yakni mengenai dugaan provokasi dan ujaran kebencian. Tiga kasus ini kerap merujuk pada penggunaan pasal-pasal karet di UU ITE.

Laporan Situasi Hak-hak Digital Indonesia 2019 bisa diunduh di https://s.id/lapsafenet2019

Artikel lainnya :
  • December 11, 2023

Dewan Pers Tolak Revisi UU ITE

Dewan Pers menolak revisi Undang-Undang Informasi Transaksi Teknologi (ITE)...

  • January 12, 2024

5 Pasal Revisi Kedua UU ITE ini Bisa Ancam Perempuan

Komnas Perempuan dalam pernyataan tertulis yang diterima Konde.co menyatakan,...

  • June 21, 2024

Sejarah UU ITE di Indonesia: Perkembangan Regulasi dan Kontroversi Digital

Kendati disahkan pada 2008, sejarah Undang-Undang (UU) Informasi dan...