Masih ingat dengan Peraturan Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 (Permenkominfo 5/2020)? Peraturan ini merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Saat muncul Permenkominfo 5/2020, penolakan yang besar dari masyarakat sipil mencuat karena aturan tersebut memblokir beberapa Penyeleggara Sistem Elektronik (PSE) yang tidak mendaftarkan diri ke pemerintah sesuai jangka waktu yang ditentukan. Padahal, aturan tersebut memiliki ketentuan yang multitafsir dimana PSE yang sudah terdaftar harus tunduk pada ketentuan pemerintah.
Pada tanggal 5 Maret 2024, Menteri Komunikasi dan Informasi mengesahkan aturan teknis mengenai tanggung jawab platform dengan membayar denda apabila melanggar ketentuan dari Permenkominfo 5/2020. Aturan tersebut berwujud Keputusan Mentri Komunikasi dan Informasi Nomor 172 Tahun 2024 (Kepmenkominfo 172/2024).
Platform sejatinya memang memiliki tanggungjawab apabila terdapat konten berbahaya dan/atau ilegal yang beredar. Hal ini dikarenakan keuntungan yang didapatkan oleh platform harus memperhatikan hak asasi manusia juga. Dimana hak asasi manusia ini dilindungi oleh negara. Permasalahannya, apakah ketentuan Kepmenkominfo sudah tepat dan menitikberatkan perlindungan ham masyarakat serta disaat yang bersamaan tidak menciderai kebebasan berpendapat di ruang siber?
Terdapat beberapa catatan yang ada pada Kepmenkominfo 172/2024 ini, beberapa diantaranya adalah
- Permenkominfo 5/2020 yang menjadi aturan setingkat diatasnya mempunya indikator yang multitafsir. Dalam Kepmenkominfo 172/2024 ini pada akhirnya memasukkan indikator konten meresahkan masyarakat dan konten melanggar hukum pada penilaian indeks konten yang dimoderasi. Padahal, tidak ada ukuran pasti yang dimaksud dengan konten yang meresahkan masyarakat. konten melanggar hukum juga menjadi hal yang berpotensi mengancam kebebasan berekspresi karena disharmonisasi dan ansinkronisasi hukum yang ada. Kecenderungan menggunakan hukum sesuai dengan kepentingan pada akhirnya mengakibatkan ketidak pastian hukum dan berpotensi melanggar kebebasan berekspresi
- Ruang untuk platform banding/keberatan ada dalam Kepmenkominfo 172/2024 akan tidak memungkinkan untuk dilakukan secara adil dan proporsional. Hal ini dapat dilihat dari belum jelasnya indikator succes rate hingga jangka waktu yang sangat sempit
- Platform tidak diwajibkan untuk memberikan notifikasi kepada user dan tidak terdapat kewajiban mekanisme banding yang bisa diajukan oleh user, sehingga hal ini tidak memunuhi prinsip-prinsip transparansi dan keadilan.
Moderasi konten merupakan mekanisme penting untuk mewujudkan ruang siber yang sehat dan aman. Platform juga harus dikenakan kewajiban hukum agar sesuai dengan Business and Human Rights dalam menjalankan operasionalnya. Akan tetapi, pengaturan tersebut haruslah sesuai dengan prinsip-prinsip pembatasan yang jelas dengan landasan Hak Asasi Manusia. Beberapa aturan dan praktik yang dapat dicontoh adalah Digital Service Act yang dibentuk oleh Uni Eropa dan The Santa Clara Principle.