Revisi UU ITE

Catatan Pelanggaran Kebebasan Berekspresi dengan UU ITE Tahun 2020

Pandemi COVID-19 memang mampu menghentikan sebagian besar kegiatan manusia secara luring yang melibatkan kerumunan massa. Kegiatan seperti pertemuan,perjalanan, ataupun pergaulan kini terpaksa ditunda untuk sementara. Meskipun demikian, pandemi COVID-19 ternyata tak mampu menghentikan hal lain, kriminalisasi terhadap pengguna Internet di Indonesia. Sebaliknya, gugatan secara hukum terhadap pengguna Internet justru meningkat selama tahun 2020 yang akan dikenang sebagai tahun pandemi COVID-19.

Sebagian besar kriminalisasi menggunakan UU ITE selama 2020 juga tak bisa dilepaskan dari pandemi COVID-19. Misalnya, ada yang karena ekspresinya terhadap penanganan COVID-19 oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, serta karena kegiatan mereka yang dianggap menyebarkan berita bohong terkait dengan COVID-19.

Sepanjang tahun 2020, SAFEnet mencatat setidaknya ada 84 kasus pemidanaan terhadap warga. Jumlah ini meningkat hampir empat kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan 24 kasus.

UU ITE masih menjadi regulasi utama yang digunakan untuk membatasi eks- presi warga. Dari 84 kasus tersebut, SAFEnet mencatat 64 kasus di antaranya dijerat dengan berbagai “pasal karet” UU ITE. Jumlah terbanyak dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 tentang Ujaran Kebencian (27 kasus). Pasal terbanyak berikutnya yang digunakan adalah 27 ayat 3 tentang Pencemaran Nama Baik (22 kasus). Selanjutnya adalah Pasal 28 ayat 1 tentang Kabar Bohong Konsumen (12 kasus).

Dari latar belakang korban, mereka yang banyak dilaporkan adalah warga sebanyak 50 orang, disusul aktivis (baik sosial maupun politik) mencapai 15 orang. Sisanya adalah buruh dan mahasiswa masing-masing 4 orang, karyawan swasta 3 orang, pelajar 2 orang, dan jurnalis 1 orang.

Dilihat dari sebaran wilayah, pemidanaan tertinggi terjadi di Pulau Jawa sebanyak 43 kasus, disusul Sumatera 1 1 kasus, Sulawesi 8 kasus, Kalimantan 6 kasus. Sisanya, Bali 4 kasus, Maluku 3 kasus, NTT 3 kasus dan NTB 2 kasus. Jumlah warga dan aktivis yang dilaporkan pada 2020 tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan 201 9. Setahun sebelumnya, tren pemidanaan terjadi pada jurnalis dengan 8 kasus, aktivis 5 kasus, dan warga 4 kasus.

Meningkatnya pemidanaan pada warganet di masa pandemi, juga terlihat dari data di laman Patroli Siber 30 . Aduan konten negatif melalui di Patroli Siber yang didefinisikan sebagai penghinaan dan pencemaran nama baik, mendominasi hingga 1 .477 aduan pada 2020, disusul provokasi sebanyak 172 aduan, dan penistaan agama sebanyak 96 aduan.

Sedangkan dari total laporan masyarakat ke polisi sebanyak 2.259 pada 2020, sebanyak 1 .048 merupakan pelaporan atas penyebaran konten provokatif. Meskipun jumlah ini menurun dari 201 9 sebanyak 1 .769 laporan, tapi proporsi dari total pelaporan meningkat 7,8%, dari 38,5% menjadi 46,3%.

Mahkamah Agung juga mencatat jumlah putusan kasus pidana khusus UU ITE pada 2020 mencapai angka tertinggi sejak 201 7, yaitu sebanyak 690 kasus, atau meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 670 putusan kasus.

Selengkapnya dapat membaca pada Laporan Situasi Hak-Hak Digital 202 pada link dibawah ini

http://bit.ly/lapsafenet2020

Artikel lainnya :
  • December 9, 2023

Dewan Pers: Revisi Kedua UU ITE Ancam Kemerdekaan Pers

Revisi kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang...

  • August 23, 2023

KPAI Berikan 3 Rekomendasi Atas Revisi Kedua UU ITE

Komisi 1 DPR RI melakukan RDPU dengan Komisi Perlindungan...

  • April 25, 2024

Buat Publik Geram, Galih Loss Akhirnya Dijerat UU ITE, Tepatkah?

tirto.id – Perubahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)...