Pemerintah berdiskusi dengan akademisi mengenai Penguatan Parameter Perlindungan HAM dalam Revisi UU ITE di Semarang pada hari Kamis, 15 September 2022. Khususnya pada Pasal 27 Ayat (3) mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik dan Pasal 28 Ayat (2) mengenai penyebaran informasi yang menimbulkan permusuhan, kebencian dan mengandung unsur SARA.
Henri Subiakto, mantan Staf Ahli Bidang Hukum Kemkominfo, menyebutkan Pasal 27 Ayat (3) yang kerap dianggap masyarakat melanggar kebebasan berekspresi sebenarnya sudah mengakomodir HAM. Oleh karena itu Pasal 27 Ayat (3) sudah sepuluh kali di-judicial review tapi selalu gagal. Dijelaskan, kebebasan berekspresi merupakan bagian dari Human Rights bahkan bagian dari Constitutional Rights, hak yang ada di konstitusi. Namun, UU ITE dalam implementasinya telah menelan banyak korban khususnya yang terkait dengan penghinaan dan pencemaran nama baik. Mengutip situs Semua Bisa Kena yang dikelola oleh SAFENet hingga PAKU ITE, jumlah kasus ITE cenderung meningkat setiap tahun.
Sementara itu Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Pujiyono mengungkapkan formulasi tindak pidana di dalam UU ITE lebih banyak delik formil. Pembuat revisi draf UU ITE seharusnya dapat membuat ‘filter’ yang ketat mengenai sebuah tindak pidana. Tidak hanya perbuatan melawan hukum tapi juga menimbulkan akibat. Itu dicontohkan di dalam pasal 28 yang menyebutkan harus ada kerugian yang bersifat materiil. Perubahan ini akan membuat jaksa tidak hanya berhenti pada perbuatan melawan hukum tapi dari perbuatan itu menimbulkan akibat.
Selengkapnya, dapat membaca artikel pada rilis Kominfo melalui pranala