Dewan Pers menolak revisi Undang-Undang Informasi Transaksi Teknologi (ITE) Nomor 11 tahun 2008 yang telah disahkan DPR RI bersama Pemerintah pusat pada 6 Desember 2023 lalu.
Dewan Pers menilai revisi kedua UU ITE masih berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan kemerdekaan berekspresi masyarakat. Selain itu revisi kedua atas UU ITE juga masih mengesampingkan aspirasi masarakat pers yang meminta penghapusan pasal-pasal yang mengekang kebebasan pers dan berekspresi di masyarakat.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, beberapa pasal karet masih terkandung di dalam revisi kedua UU ITE di antaranya Pasal 27A, Pasal 37B, Pasal 28 ayat (1) dan (2) yang ancamannya dengan kurungan penjara.
Pasal-pasal tersebut mengatur soal penyebaran kebencian dan penghinaan yang pernah ada dalam pasal haatzaai artikelen KUHP zaman Belanda.
“Pasal-pasal karet produk kolonial tersebut bahkan dikuatkan dengan KUHP baru sebagai produk hukum nasional, yang sebenarnya sudah tidak boleh diberlakukan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi,” ujar Ninik Rahayu melalui siaran persnya yang diterima RADARBANTEN.CO.ID, Senin 11 Desember 2023.
Dewan Pers menilai, pasal-pasal UU ITE tersebut seharusnya tidak dapat digunakan terhadap produk pers sebagai karya jurnalistik yang sudah tegas dilindungi UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, sebagai UU lex specialis.
Ninik mengatakan, Dewan Pers menilai revisi UU ITE dilakukan tanpa mengutamakan transparansi dan keterbukaan dan tidak melibatkan partisipasi publik secara luas, terutama untuk mendengarkan berbagai masukan dari masyarakat pers yang terdampak dari UU ITE tersebut.
“Dewan Pers menyerukan segenap komunitas pers, untuk mengambil langkah konkret bersamasama mencegah terjadinya kriminalisasi pers yang disebabkan oleh UU ITE atau UU lainnya yang masih mengancam kemerdekaan pers,” seru Ninik.
Selengkapnya dapat dibaca pada Website Radar Banten melalui pranala berikut