Berdasarkan pemantauan SAFEnet, tercatat setidaknya 30 kasus kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi di ranah digital pada periode Januari-Maret 2024. Jumlah kasus ini sama persis dengan periode tahun lalu, Januari-Maret 2023, tetapi jumlah terlapornya lebihbanyak, dari 49 menjadi 52 orang pada tahun ini. Fakta penting pada triwulan I 2024 adalah motif dan isu politik yang mendominasi pelanggaran ekspresi sebagai dampak pelaksanaan Pemilu pada Februari 2024 lalu.
Kasus-kasus di atas membuat isu politik dan Pemilu menjadi motif paling banyak digunakan untuk melakukan kriminalisasi ekspresi pada tiga bulan awal tahun 2024, yaitu 9 kasus. Selanjutnya, motif dan isu personal 6 kasus, lingkungan 3 kasus dan penodaan agama 3 kasus. Motif dan isu lain yang tidak disebutkan, pelayanan publik, dan ekonomi masing-masing 2 kasus. Adapun motif dan isu hubungan kerja, kekerasan, dan korupsi masing-masing sebanyak 1 kasus
Selama periode Januari-Maret 2024, pasal yang paling banyak digunakan untuk melakukan kriminalisasi adalah pasal terkait ujaran kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA dengan menggunakan Pasal 28 ayat (2) UU ITE sebanyak 6 kasus, kemudian UU ITE tanpa disebutkan pasal spesifik 5 kasus. Pasal 27A UU ITE tentang penyerangan kehormatan atau nama baik orang lain, yang baru disahkan, pun telah digunakan dalam 3 kasus. Kemudian, dugaan mentransmisikan informasi elektronik milik orang lain dengan tanpa hak berdasarkan Pasal 32 ayat (1) UU ITE tercatat sebanyak 3 kasus.
Dari latar belakang korban yang dilaporkan ke polisi, mayoritas adalah atlet sebanyak 23 orang, kemudian politisi 6 orang, pembuat konten 5 orang, warganet 4 orang, aktivis 3 orang, dan latar belakang lain yang tidak disebutkan 2 orang. Kemudian, akun media sosial, arsitek, budayawan, jurnalis/media, narasumber, pengamat militer, pesohor, wiraswasta dan wirausaha masing-masing 1 orang.
Pelapor paling banyak mewakili organisasi atau institusi sebanyak 8 kasus. Latar belakang lain yang tidak disebutkan sebanyak 7 kasus, pengusaha atau perusahaan 7 kasus, politisi 3 orang, melalui patroli kepolisian 2 kasus. Tercatat juga pelapor dari institusi pelayanan kesehatan, pejabat kampus, dan pejabat publik masing-masing sebanyak 1 kasus.
Media paling banyak dilaporkan adalah Facebook dan Instagram masing masing sebanyak 6 kasus, serta media sosial lain yang tidak disebutkan sebanyak 4 kasus. Selanjutnya aksi langsung, Tiktok, dan media massa masing-masing 3 kasus, Twitter sebanyak 2 kasus, serta Tokopedia, WhatsApp dan YouTube masing-masing sebanyak 1 kasus.
Laporan lengkapnya bisa diunduh di tautan: bit.ly/laptriwulan12024