Revisi UU ITE

Galakkan Revisi UU ITE yang Peka Gender dan Berperspektif Hak Digital, SAFEnet Luncurkan Kertas Kebijakan

Dibuka langsung oleh Nenden Sekar Arum (Direktur Eksekutif SAFEnet), acara ini mengundang Tessa Ardia (Peneliti dan Penyusun Kertas Kebijakan UU ITE), beserta dua orang penanggap, yakni Fatia Maulidiyanti (Aktivis Perempuan Pembela HAM) dan Johanna Poerba (Peneliti The Institute for Criminal Justice Reform–ICJR).

“Harapannya peluncuran ini merupakan langkah awal bagi masyarakat sipil untuk terus mengadvokasi UU ITE ataupun regulasi yang mengatur hak digital sehingga bisa peka gender dan berperspektif yang lebih baik,” ungkap Nenden melalui pembukaannya. Dirinya juga menyoroti bahwa implikasi dari produk hukum yang tidak memperhatikan kedua aspek tersebut akan memberikan lebih banyak dampak negatif bagi perempuan. Hal ini salah satunya dicerminkan melalui tingginya kerentanan kaum perempuan dalam menjadi korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), serangan digital, kriminalisasi, ataupun hal-hal lainnya.

     Tessa Ardia selaku Peneliti dan Penyusun Kertas Kebijakan UU ITE mengungkap adanya 9 pasal dari UU ITE yang belum peka gender dan berperspektif hak digital. Pasal-pasal tersebut diantaranya, Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) terkait Pidana Kesusilaan, Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) UU ITE tentang Penyerangan Kehormatan atau Nama Baik Orang Lain, Pasal 27B ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (10) tentang Pemerasan dan Pengancaman, Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) terkait Kebencian atau Permusuhan berdasarkan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), Pasal 28 ayat (3) juncto Pasal 45A ayat (3) terkait Penyebaran Berita Bohong, Pasal 29 juncto Pasal 45B terkait Ancaman Kekerasan, Pasal 36 juncto Pasal 51 ayat (2) terkait Data Pribadi, Pasal 40 ayat (2a), (2b), (2c), dan (2d) terkait Pencegahan Penyebarluasan dan Kewenangan Pemerintah Memutus Akses, dan Pasal 43 ayat (3) dan ayat (6) terkait Penggeledahan, Penyitaan, Penangkapan, dan Penahanan.

     Dirinya menekankan bahwa pasal-pasal yang dimuat oleh UU ITE banyak yang tidak berperspektif korban kekerasan seksual. Padahal, hasil pemantauan SAFEnet melalui form aduan telah menunjukkan bahwa perempuan sebagai korban KBGO mendapatkan kerentanan yang berlapis. Tessa juga memaparkan bahwa sepanjang tahun 2023, terdapat 1.052 aduan kasus KBGO yang meningkat dari tahun 2022, yakni sebanyak 698 kasus. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan yang menghapus diskriminasi gender, termasuk tindakan yang mendorong kekerasan berbasis gender online, sepatutnya dilibatkan dalam revisi UU ITE.

     Peluncuran kertas kebijakan Revisi UU ITE merupakan bentuk kepedulian masyarakat sipil terhadap pemenuhan hak mereka dalam ruang digital. Hak untuk mengakses internet, perasaan aman, hingga kebebasan berekspresi merupakan hal yang harus mendapatkan perlindungan dan penanganan yang serius melalui produk hukum. Kebijakan yang berperspektif gender dan hak-hak digital diharapkan tidak hanya melindungi masyarakat sipil secara keseluruhan, tetapi juga perempuan dan kelompok minoritas lainnya dalam kedudukan yang rentan di ruang digital

Selengkapnya dapat membaca di Website Jurnal Perempuan pada pranala di bawah ini

https://www.jurnalperempuan.org/warta-feminis/galakkan-revisi-uu-ite-yang-peka-gender-dan-berperspektif-hak-digital-safenet-luncurkan-kertas-kebijakan

Artikel lainnya :
  • April 29, 2024

Galakkan Revisi UU ITE yang Peka Gender dan Berperspektif Hak Digital, SAFEnet Luncurkan Kertas Kebijakan

Dibuka langsung oleh Nenden Sekar Arum (Direktur Eksekutif SAFEnet),...

  • February 4, 2015

Menkominfo: Pasal 27 ayat 3 UU ITE Tidak Mungkin Dihapuskan

Banyak kalangan menginginkan pasal 27 ayat 3 di Undang-undang...

  • February 14, 2023

Daftar Usul Pemerintah di UU ITE: 7 Poin Direvisi, 10 Pasal Dihapus

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengusulkan tujuh...